Minggu, 03 Oktober 2010

Anatomi Cerpen

            Setelah mengerti betul definisi cerpen, karakteristik cerpen dan unsur-unsur yang wajib ada dalam membangun cerpen, maka sejatinya Anda sudah sangat siap untuk menciptakan sebuah cerpen. Sebelum menulis cerpen ada baiknya anda mengetahui anatomi cerpen atau bisa juga disebut struktur cerita. Umumnya anatomi cerpen, apapun temanya, di manapun settingnya, apapun jenis sudut pandangan tokohnya, dan bagaimanapun alurnya memiliki anatomi sebagai berikut:
            1. Situasi (pengarang membuka cerita)
            2. Peristiwa-peristiwa terjadi
            3. Peristiwa-peristiwa memuncak
            4. Klimaks
            5. Anti Klimaks

Unsur Intrinsik Cerpen

1.      Tema

Yaitu gagasan inti. Dalam sebuah cerpen, tema bisa disamakan dengan pondasi sebuah bangunan. Tidaklah mungkin mendirikan sebuah bangunan tanpa pondasi. Dengan kata lain tema adalah sebuah ide pokok, pikiran utama sebuah cerpen; pesan atau amanat. Dasar tolak untuk membentuk rangkaian cerita; dasar tolak untuk bercerita.
Tidak mungkin sebuah cerita tidak mempunyai ide pokok. Yaitu sesuatu yang hendak disampaikan pengarang kepada para pembacanya. Sesuatu itu biasanya adalah masalah kehidupan, komentar pengarang mengenai kehidupan atau pandangan hidup si pengarang dalam menempuh kehidupan luas ini. Pengarang tidak dituntut menjelaskan temanya secara gamblang dan final, tetapi ia bisa saja hanya menyampaikan sebuah masalah kehidupan dan akhirnya terserah pembaca untuk menyikapi dan menyelesaikannya.

Ciri-ciri Cerpen

             
           Gambaran umum karakteristik cerpen bisa ditangkap dalam rumusan Edgar Alan Poe, di atas. Untuk mempertegas perbedaan cerpen dengan novel, Ismail Marahimin, dalam Menulis Secara Populer menjelaskan bahwa cerpen memang harus pendek dan singkat. Sedangkan cerita rekaan yang panjang adalah novel. Apa ukuran panjang-pendek suatu cerpen itu? Jumlah halamannyakah? Jumlah kata-katanyakah? Menjawab hal ini, rumusan Poe cukup menjelaskan. Meskipun ada yang berpendapat jumlah katanya tidak lebih dari 10.000 kata (The Liang Gie). Ada yang membatasi jumlah katanya antara 500 – 30.000 kata (Helvy Tiana Rosa).
            Yang jelas, karakteristik utama cerpen adalah pendek dan singkat. Di dalam cerita yang singkat itu, tentu saja tokoh-tokoh yang memegang peranan tidak banyak jumlahnya, bisa jadi hanya seorang, atau bisa juga sampai sekitar empat orang paling banyak. Itu pun tidak seluruh kepribadian tokoh, atau tokoh-tokoh itu diungkapkan di dalam cerita. Fokus atau, pusat perhatian, di dalam cerita itu pun hanya satu. Konfliknya pun hanya satu, dan ketika cerita itu dimulai, konflik itu sudah hadir di situ. Tinggal bagaimana menyelesaikan saja.
            Karena pendeknya, kita biasanya tidaklah menemukan adanya perkembangan di dalam cerita. Tidak ada cabang-cabang cerita. Tidak ada kelebatan-kelebatan pemikiran tokoh-tokohnya yang melebar ke pelbagai hal dan masalah. Peristiwanya singkat saja. Kepribadian tokoh, atau tokoh-tokoh, pun tidak berkembang, dan kita tidak menyaksikan adanya perubahan nasib tokoh, atau tokoh-tokoh ini ketika cerita berakhir. Dan ketika konfik yang satu itu terselesaikan, kita tidak pula tahu bagaimana kelanjutan kehidupan tokoh, atau tokoh-tokoh, cerita itu.
            Dan karena jumlah tokoh terbatas, peristiwanya singkat, waktu berlangsungnya tidak begitu lama, kata-kata yang dipakai harus hemat, tepat dan padat, maka –diatara karakteristik cerpen- tempat kejadiannya pun juga terbatas, berkisar 1-3 tempat saja.
            Perlu ditegaskan bahwa cerpen bukan penggalan sebuah novel. BUKAN PULA sebuah novel yang dipersingkat. Cerpen itu adalah sebuah cerita rekaan yang lengkap: tidak ada, tidak perlu, dan harus tidak ada tambahan lain. Cerpen adalah sebuah genre atau jenis, yang berbeda dengan novel.
            Namun demikian, sebuah cerpen meskipun singkat tetap harus mempunyai tikaian dramatik, atau dalam bahasa The Liang Gie konflik dramatik, yaitu perbenturan kekuatan yang berlawanan. Baik benturan itu terlihat nyata ataupun tersamarkan. Sebab inilah inti suatu cerpen.
           
 http://lulukeche.multiply.com/journal/item/17/

Pengertian Cerpen

Sebenarnya, tidak ada rumusan yang  baku mengenai apa itu cerpen. Kalangan sasterawan memiliki rumusan yang tidak sama. H.B. Jassin –Sang Paus Sastra Indonesia- mengatakan bahwa yang disebut cerita pendek harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian. A. Bakar Hamid dalam tulisan “Pengertian Cerpen” berpendapat bahwa yang disebut cerita pendek itu harus dilihat dari kuantitas, yaitu banyaknya perkataan yang dipakai: antara 500-20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu watak, dan adanya satu kesan. Sedangkan Aoh. KH, mendefinisikan bahwa cerpen adalah salah satu ragam fiksi atau cerita rekaan yang sering disebut  kisahan prosa pendek.   Dan masih banyak sastrawan yang merumuskan definisi cerpen. Rumusan-rumusan tersebut tidak sama persis, juga tidak saling bertentangan satu sama lain. Hampir semuanya menyepakati pada satu kesimpulan bahwa cerita pendek atau yang biasa disingkat cerpen adalah cerita rekaan yang pendek.
Dari beberapa buku dan uraian yang layak dijadikan pedoman, tampaknya pendapat pakar cerita pendek dunia, Edgar Allan Poe, sangat cocok menjadi panduan- karena secara teoritis ia memenuhi kriteria ilmiah, tetapi secara praktis ia dapat diaplikasikan. Pendapat yang dirinci Muhammad Diponegoro dalam bukunya Yuk, Nulis Cerpen Yuk disederhanakan sebagai berikut:
Pertama, cerita pendek harus pendek. Seberapa pendeknya? Sebatas rampung baca sekali duduk menunggu bus atau kereta api, atau sambil antre karcis bioskop. Disamping itu ia juga harus memberi kesan secara terus-menerus hingga kalimat terakhir, berarti cerita pendek harus ketat, tidak mengobral detail, dialog hanya diperlukan untuk menampakkan watak, atau menjalankan cerita atau menampilkan problem.
Kedua, cerita pendek mengalir dalam arus untuk menciptakan efek tunggal dan unik. Menurut Poe ketunggalan pikiran dan aksi bisa dikembangkan lewat satu garis dari awal sampai akhir. Di dalam cerita pendek tak dimungkinkan terjadi aneka peristiwa digresi.
Ketiga, cerita pendek harus ketat dan padat. Setiap detil harus mengarus pada pada satu efek saja yang berakhir pada kesan tunggal. Oleh sebab itu ekonomisasi kata dan kalimat – sebagai salah satu ketrampilan yang dituntut bagi seorang cerpenis.
Keempat, cerita pendek harus mampu meyakinkan pembacanya bahwa ceritanya benar-benar terjadi, bukan suatu bikinan, rekaan. Itulah sebabnya dibutuhkan suatu ketrampilan khusus, adanya konsistensi dari sikap dan gerak tokoh, bahwa mereka benar-benar hidup, sebagaimana manusia yang hidup.
Kelima, cerita pendek harus menimbulkan kesan yang selesai, tidak lagi mengusik dan menggoda, karena ceritanya seperti masih berlanjut. Kesan selesai itu benar-benar meyakinkan pembaca, bahwa cerita itu telah tamat, sampai titik akhirnya, tidak ada jalan lain lagi, cerita benar-benar rampung berhenti di situ. 
Rumusan Poe inilah –saya sepakat dengan Korrie Layun Rampan- sesungguhnya yang cukup bisa mewakili pengertian cerita pendek secara umum.

http://lulukeche.multiply.com/journal/item/17/

Anakronisme

Anakronisme adalah sebuah ketidaksesuaian penempatan tokoh dalam sebuah cerita atau ketidaksesuaian latar/setting yang terjadi terhadap tokoh tersebut

Contoh:

  • William dari Normandy memimpin pasukannya dengan tank dan bangsa Viking membantu mereka dengan kapal induk dan beberapa berserker saat pertempuran Hastings, 1066.
  • Seorang pejuang samurai terlihat kelelahan, setelah sekembalinya dari bermain PlayStation saat menginvasi korea tahun 1592.
  1. William tidak mungkin menggunakan tank dan para Viking tak mungkin mengendalikan kapal induk karena tank dan kapal induk baru ditemukan 900 tahun setelah kejadian tersebut.
  2. PlayStation baru dibuat tahun 1993-an jadi tak mungkin PlayStation dimainkan di masa itu, selain itu tak ada invasi yang menggunakan permainan PlayStation.