Karakter (atau tokoh) merupakan unsur utama dalam sebuah cerita. Banyak yang bilang karakter lah yang menentukan plot, bukan sebaliknya. Pendapat ini ada benarnya. Suatu novel memiliki plot tertentu karena adanya tokoh utama yang khas. Kalau tokohnya diganti, kemungkinan besar plotnya akan berubah.
Banyak cerita yang dimulai dari kemunculan tokoh, bukan plot, bukan tema. Ini sama sekali nggak aneh. Tokoh yang kuat bakal menciptakan plot yang menarik.
Beberapa penulis bahkan mengatakan si tokoh suka jalan sendiri. Kadang kala penulis tak kuasa membendung kemauan si tokoh. Ini mungkin sulit dipahami, tapi ada benarnya lho. Maksudnya si tokoh punya keistimewan dan keterbatasan yang tidak bisa “ditawar” oleh penulis. Jadi kesannya penulis dibatasi oleh tokoh ciptaanya sendiri. Misalnya nih penulis Superman rasanya tidak mungkin membuat cerita di mana Superman nongkrong-nongkrong di bar, merokok, minum-minum, dan nggodain cewek. Kenapa? Masih nanya? Ini Superman lho yang kita bicarakan, pahlawan teladan idola kita bersama hehehe.
Oke deh sebelum keburu pingsan membaca tulisanku yang kepanjangan, kita bahas yuk apa yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan karakter kita.
1. Kuat dan Jelas
Menurut Donna (editor GPU) di http://novelku.com/isi/tips01.html tokoh yang kuat adalah tokoh yang membuat pembaca langsung kenal dengan mereka. Donna berpendapat tokoh yang kuat memiliki gambaran fisik dan karakternya jelas. Aku setuju dengan Donna. Superman, Sinchan, dan Donal Bebek adalah contoh karakter yang kuat. Mereka unik dan mudah dikenali. Rasanya kalau suatu hari kamu orang pakai baju dengan simbol S dan jubah merah, tapi ngupil di depan umum, kamu akan bilang, “Itu bukan Superman. Superman yang gue kenal sih nggak gitu.” Seolah kamu tahu Superman secara pribadi.
2. Memiliki detail
Detail membuat karakter hidup. Dalam film Vanilla Sky ada tokoh yang hanya muncul dalam mimpi. Tokoh ini –namanya McCabe – berusaha meyakinkan bahwa ia nyata. Ia bilang, “Aku benar-benar ada, aku punya dua anak perempuan.” McCabe memang selalu bercerita bahwa ia punya kebiasaan makan malam dengan dua putrinya tiap hari Rabu. Tentu saja detail ini membuat McCabe terasa nyata. Tapi ketika ia ditanya, “Siapa nama anakmu?” dia tidak bisa menjawab dan gugurlah keyakinan bahwa ia adalah tokoh yang nyata. Ini sebuah contoh bahwa orang hidup nyata memiliki detail; nama, hobi, rutinitas, penyakit, kebiasaan buruk, makanan kesukaan.
Begitu pula bila kamu ingin menghidupkan karakter novelmu. Ungkapkan detail-detail kecil yang relevan. Ingat, yang relevan. Secara fisik kamu mungkin bisa menyebutkan si tokoh punya tahi lalat di atas bibir, yang konon berarti ia cerewet setengah mati. Atau tokohmu punya kebiasaan berkedip terlalu sering, alergi terhadap tomat, benci pada anjing, memiliki kata favorit, dan lain sebagainya.
3. Konsisten
Bila tokohmu memakai kata “gue” dalam kesehariannya, maka di sepanjang novel jagalah supaya ia menggunakan kata “gue” terus –kecuali dalam konteks-konteks tertentu—. Kalau ia memang aktivis lingkungan hidup yang fanatik, jangan buat cerita ia jalan-jalan dengan jaket dari kulit macan. Kalau ia alergi gandum, jangan bikin adegan ia makan pizza dan nggak kenapa-kenapa.
4. Logis secara psikologis
Semua sifat, pemikiran, ucapan, dan perbuatanmu harus cocok dan logis. Ini kadang sulit karena kita kan bukan si tokoh. Misalnya kamu menggambarkan seorang anak berusia lima tahun yang menghadapi perceraian orang tuanya. Nah, kamu harus tahu gimana sih pemikiran anak lima tahun itu. Jangan sampai ada dialog seperti ini terucap dari si tokoh, “Mama dan Papa bercerai. Pengadilan memutuskan hak perwalianku jatuh ke tangan Mama, jadi deh sekarang aku tinggal bersama Mama.” Wah ini akan terdengar terlalu canggih untuk anak usia lima tahun yang biasa-biasa saja. Anak lima tahun, mungkin bahkan nggak tahu apa itu perceraian. Mungkin ia hanya bisa bilang, “Kok Papa pindah lumah sih? Kok aku sekalang tinggal dengan Mama saja?”
5. Nyata
Nyata di sini bukan berarti kamu nggak boleh menciptakan tokoh imajinatif seperti Spiderman dan Harry Potter. Nyata di sini adalah korelasi antara tokohmu dengan kehidupan pembacanya. Harry Potter bisa jatuh cinta. Harry Potter bisa marah. Spiderman bisa patah hati dan cemburu. Ini akan membuat pembaca bisa merefleksikan kehidupannya dengan si tokoh. Nggak heran nanti ada pembaca yang bilang, “Eh tokok si A dalam novelmu itu gue banget deh.”
6. Mengalami perubahan
Ini khusus untuk tokoh utama. Tokohmu harus mengalami suatu plot yang akhirnya bisa memberi perubahan pada dirinya. Perubahan itu tidak berarti dari baik jadi jahat atau dari buruk rupa jadi cantik. Perubahan ini bisa berupa apa pun yang merupakan dampak serangkaian plot yang ia alami, misalnya naik kelas (karena time frame ceritamu adalah satu tahun dari tahun ajaran baru) atau akhirnya menikah dengan pria idaman, atau jadi psikopat.
Menjawab pertanyaan apakah dialog bisa membuat karakter hidup? JELAS DONG! Dialog menggambarkan karakter dan bila dikombinasikan dengan pas dialog ini akan membuat karakter lebih kuat dan sebaliknya. Buah pikiran, kemauan, dan juga sifat-sifat karakter bisa diungkapkan melalui dialog. Bila karaktermu lucu, dialog yang lucu darinya akan membuat kelucuan si karakter menjadi lebih kentara. Bila karaktermu adalah orang Sunda, sedikit kosakata dan dialek Sunda dalam dialognya akan membuat tokohmu terasa lebih nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar