Jumat, 08 Oktober 2010

Naskah Drama - Jaka Ngiyub

Penokohan

a. Tokoh Antagonis

1) Nawang Menit yang diperankan oleh Purwati

Dia adalah salah satu bidadari yang tidak mempedulikan penderitaan saudaranya, karena itu dia dianggap tokoh yang jahat.

Ø Ciri fisik :

Nawang Menit berumur 20 tahun, kurus dan tingginya kurang lebih 155 cm, berat 42 kg, rambut hitam lurus, dan cantik.


Ø Karakter :

Nawang Menit bersifat judes, egois, jahat, centil, ddan cerewet. Logat bahasanya Indonesia gaul.

2) Nawang Minggu yang diperankan oleh Fitri Handayani

Dia adalah salah satu bidadari yang cuek dan tidak peduli akan masalah yang dihadapi saudaranya. Karena itu dia dianggap tokoh yang jahat.

Ø Ciri fisik :

Nawang Minggu berumur 23 tahun, tingginya kurang lebih 155 cm, berat 46 kg, rambut hitam ikal, dan cantik.

Ø Karakter :

Nawang Minggu bersifat egois, sering berkata ketus, tega. Berlogat Jawa, Surabaya.

b. Tokoh Protagonis

1) Jaka Ngiyub, diperankan oleh Ferdihans Abda R.

Dia adalah tokoh utama yang menyebabkan masalah, yaitu dengan mencuri selendang bidadari.

Ø Ciri fisik :

Jaka Ngiyub berumur 30 tahun, tingginya kurang lebih 168 cm, berat 63 kg, bentuk tubuh ideal, rambut hitam lurus, dan tampan.

Ø Karakter :

Jaka Ngiyub merupakan bujang lapuk di desanya. Bersifat agresif, pemberani dan nekat, serakah. Gaya bahasanya logat Jawa.

Ø Sosial :

Jaka Ngiyub memiliki status sosial tingkat menengah ke atas. Merupakan petani yang memiliki banyak sawah

2) Nawang Tahun, diperankan oleh Ribka Kristianti

Dia adalah tokoh utama yang kehilangan selendang dan akhirnya menderita karena ditinggalkan saudara-saudaranya kembali ke khayangan.

Ø Ciri fisik :

Nawang Tahun berumur 25 tahun, tinggi kurang lebih 160 cm, berat 48 kg, bentuk tubuh ideal, rambut hitam lurus, kulit sawo matang, wajah penuh jerawat, bertompel dan jelek.

Ø Karakter :

Nawang Tahun merupakan bidadari yang centil, cerewet, agresif, genit dan gaya bahasanya logat Bahasa Indonesia gaul.

c. Peran Pembantu

1) Nawang Wulan, diperankan oleh Yustin Noviawati

Dia adalah bidadari yang selendangnya dicuri oleh Jaka Ngiyub, tetapi pada akhirnya selendangnya ditemukan kembali oleh Nawang Jam.

Ø Ciri fisik :

Nawang Wulan berumur 24 tahun, tingginya kurang lebih 155 cm, berat 46 kg, bentuk tubuh ideal, rambut hitam ikal, kulit sawo matang dan cantik.

Ø Karakter :

Nawang Wulan bidadari yang lemah lembut, tutur katanya sopan, bijaksana, baik hati, sabar. Gaya bahasanya logat Bahasa Indonesia.

2) Nawang Jam, diperankan oleh Erita Indah C.

Dia adalah bidadari yang menemukan selendang Nawang Wulan.

Ø Ciri fisik :

Nawang Jam berumur 21 tahun, tingginya kurang lebih 160 cm, berat 48 kg, bentuk tubuh ideal, rambut hitam, ikal, pendek, kulit sawo matang. Cantik.

Ø Karakter :

Nawang Jam merupakan bidadari yang bersifat lemot dan gagap.

3) Nawang Dina, diperankan oleh Putri Kurniawati U.

Dia adalah bidadari yang bersifat baik hati dan tidak tega.

Ø Ciri fisik :

Nawang Dina berumur 22 tahun, tingginya kurang lebih 155 cm, berat 40 kg, bentuk tubuh kurus, rambut hitam, lurus, dan panjang. Cantik.

Ø Karakter :

Nawang Dina merupakan bidadari yang bersifat lemah lembut dan pendiam. Bahasanya logat Bahasa Indonesia.

4) Nawang Detik, diperankan oleh Siti Jamilatus Z.

Dia adalah bidadari yang mencairkan suasana dengan logat Madura.

Ø Ciri fisik :

Nawang Detik berumur 19 tahun, tingginya kurang lebih 155 cm, berat 38 kg, bentuk tubuh kurus, rambut hitam, lurus, dan pendek. Cantik.

Ø Karakter :

Nawang Detik merupakan bidadari yang centil dan berlogat bahasa Madura.

5) Genter, diperankan oleh Ari Ray Sang Rizaldi

Genter adalah teman Jaka Ngiyub yang membuang selendang jelek yang diberikan oleh Jaka Ngiyub.

Ø Ciri fisik :

Genter berumur 28 tahun, tingginya kurang lebih 180 cm, berat 60 kg, bentuk tubuh kurus, rambut hitam, ikal dan pendek. Kulit sawo matang. Gagah.

Ø Karakter :

Teman Jaka Ngiyub yang baik hati dan berbahasa gaul.

Ø Sosial :

Genter memiliki status sosial tingkat menengah ke bawah. Dia bekerja sebagai petani yang mengerjakan sawah orang lain, kedua orang tuanya sudah meninggal.

3. LOGAT BAHASA

Dalam drama “Jaka Ngiyub” logat bahasa yang digunakan adalah logat bahasa sehari-hari. Disini ada beberapa logat bahasa yang digunakan antara lain:

1. Nawang Tahun : logat yang digunakan dalam dialognya adalah bahasa gaul dan centil.

2. Jaka Ngiyub : logat yang digunakan dalam dialognya adalah bahasa Jawa.

3. Nawang Wulan : logat yang digunakan dalam dialognya adalah bahasa Indonesia, bahasa yang digunakan lemah lembut dan bijaksana.

4. Nawang Minggu : logat yang digunakan dalam dialognya adalah logaat Surabaya.

5. Nawang Dina : logat yang digunakan dalam dialognya adalah logat bahasa Indonesia.

6. Nawang Jam : logat yang digunakan dalam dialognya adalah logat orang yang gagap dan lemot.

7. Nawang Menit : logat yang yang digunakan dalam dialognya adalah logat Bahasa Indonesia, logat orang judes.

8. Nawang Detik : logat yang digunakan dalam dialognya adalah logat Madura

9. Genter : logat yang digunakan dalam dialognya adalah logat bahasa Indonesia, bahasa gaul.

4. SUASANA

Dalam drama “Jaka Ngiyub” suasana yang tercipta yaitu:

Adegan 1 : suasana pagi hari yang tenang

Adegan 2 : suasana mengejutkan dan menyenangkan

Adegan 3 : suasana menyenangkan ( Tujuh BIdadari) dan menegangkan (Jaka Ngiyub)

Adegan 4 : suasana menegangkan dan penuh emosi

Adegan 5 : suasana menyenangkan

Adegan 6 : suasana menyenangkan

Adegan 7 : suasana akrab

Adegan 8 : suasana menegangkan

Adegan 9 : suasana gaduh dan penuh emosi

Adegan 10 : suasana menegangkan

Adegan 11 : suasana emosi dan sedih

Adegan 12 : suasana dan terharu

Adegan 13 : suasana yang mengejutkan

5. SETTING

Dalam drama “Jaka Ngiyub” ini setting yang digunakan adalah:

Setting tempat : Di sebuah hutan, ada air terjun, bebatuan, dan pepohonan

Setting waktu : Pagi hari dan sore hari

6. TATA BUSANA

1. Jaka Ngiyub dan Genter

Busana yang digunakan adalah :

Ø Celana panjang memakai jarit diluarnya

Ø Rompi hitam

Ø Memakai ikat kepala

2. Tujuh bidadari

Busana yang digunakan adalah :

Ø Kemben

Ø Dalaman memakai deker warna kulit

Ø Memakai jarit

Ø Memakai selendang

Ø Memakai aksesoris rambut, mahkota dan hiasana bunga

7. TATA RIAS

Tata rias yang digunakan sesuai dengan karakter masing-masing,

Ø Make up : menggunakan make up tebal disesuaikan dengan busana

Ø Tatanan rambut : diikat ke samping diberi hiasan bunga dan mahkota

8. TATA TARI

1. Tari diawal (pada saat bidadari masuk) berisis tentang bidadari turun dari khayangan, menikmati keindahan bumi.

2. Tari pada saat bidadari mandi, berisi tentang tujuh bidadari yang sedang mandi

3. Tari pada saat Jaka Ngiyub senang, berisi tentang kesenangan Jaka Ngiyub mendapatkan selendang.

9. TATA MUSIK

Musik yang digunakan dalam drama “ Jaka Ngiyub” yaitu musik karawitan (live)

1. Musik Pembuka : musik karawitan

2. Jaka Ngiyub masuk panggung : musik masuk

3. Bidadari turun : musik karawitan

4. Bidadari mandi digambarkan dengan tarian : musik karawitan

5. Bidadari kehilangan selendang : musik karawitan kaget

6. Bidadari keluar panggung : musik keluar

7. Jaka Ngiyub masuk panggung : musik masuk

8. Jaka Ngiyub senang mendapatkan selendang : digambarkan dengan tarian musik karawitan, senang / gembira

9. Genter datang : musik masuk

10. Genter membuang selendang : musik karawitan kaget

11. Bidadari kembali : musik masuk

12. Bidadari menemukan satu selendang : musik karawitan kaget

13. Bidadari meninggalkan Nawang Tahun sendirian : musik keluar dan suasana sedih

14. Nawang Tahun menangis : musik sedih, menggunakan seruling

15. Jaka Ngiyub pingsan : musik karawitan kaget

16. Musik penutup : musik karawitan

17. Musik pengenalan pemain : lagu Mulan Jameela “Makhluk Tuhan Paling Sexy”

10. PENATA LAMPU / LIGHTING

Dalam drama “Jaka Ngiyub” kami menggunakan tata cahaya (gelap dan terang)

Ø Ketika pemain meninggalkan panggung lampu dimatikan sebentar

Ø Ketika narator berbicara lampu menyala

SKENARIO

JAKA NGIYUB

ADEGAN 1

SFX : Musik masuk panggung (karawitan)

1. Jaka Ngiyub : (Jaka Ngiyub memikul kayu dan meletakkannya. Kemudian membasuh mukanya di bawah air terjun dan beristirahat sambil duduk-duduk).“Weleh – weleh !! Hidup di jaman sekarang kok susah banget. Udah semua mahal, BBM naik, malah sekarang disuruh cari kayu bakar. Mana hutannya gundul lagi. Woalah gusti-gusti.”

ADEGAN 2

(Suara angin bergemuruh seiring turunnya ketujuh bidadari dari khayangan dan digambarkan dengan tarian. Seketika itu Jaka Ngiyub bersembunyi di balik pohon)

SFX : suara angin (live) dan selanjutnya musik karawitan yang mengiringi tari bidadari yang turun ke bumi

2. Bidadari : (Bidadari kagum akan keindahan dunia dan menikmati pemandangan yang ada di sekitar air terjun).“Wah……….!!!”

3. Jaka Ngiyub : (Jaka Ngiyub mengintip dibalik pohon dan mengagumi kecantikan ketujuh bidadari tersebut).“Weleh-weleh…………!!! Cantik-cantik bener gadis itu!”

4. Nawang Dina : (sambil menikmati pemandangan di sekitar air terjun).“Wah…………!!! Ternyata bumi ini sangat indah ya!”

5. Nawang Menit : (judes dan meremehkan).”Perasaan biasa aja deh.”

6. Nawang Tahun : (tidak nyaman dan risih dengan keadaan sekitar).“Eh…, tapi disini becek banget ! udah ujan, becek, gak da ojek. Cape deh…!”

7. Nawang Detik : (sambil menunjuk ke air terjun).“Dek remah……, itu bukan hujan tapi air jatuh.”

8. Nawang Minggu : “Piye, piye……, itu namanya air terjun nduk……”

9. Nawang Jam : “a….a…….a. a…air terjun……”

10. Nawang Menit : “Udah, udah rebut aja. Mau air terjun kek, mau air jatuh kek mendingan kita sekarang mandi aja!”

11. Keenam bidadari : “Iya…ya..Ayuk…..!”

ADEGAN 3

(Ketujuh bidadari itu pun mandi yang diibaratkan dengan gerakan tari, sementara itu Jaka Ngiyub mengintip dibalik pohon dan mencuri selendang bidadari tersebut.)

SFX : Musik (karawitan) yang mengiringi tarian bidadari yang menggambarkan bidadari sedang mandi.

ADEGAN 4

(Jaka Ngiyub masih berada di balik pohon sambil menyembunyikan selendang bidadari. Setelah selesai mandi para bidadari mengambil selendangnya masing-masing)

12. Para Bidadari : ( sambil mencari selendangnya masing-masing) “ Wah seger ya….!”

13. Nawang Wulan : (bingung mencari selendangnya)“Mana……….. selendangku………?????”

14. Nawang Tahun : (bingung mencari selendangnya yang juga hilang)“ Hah….. selendangku juga hilang. Dimana.………. dimana……… dimana……. Dimana…….”

SFX : Musik karawitan kaget

15. Nawang Jam : (sambil mendekati Nawang Tahun dan berbicara dengan logat gagap).”Me… me…me…memangnya ka…ka…kamu taruh dimana?”

16. Nawang Tahun : “Tadi tak taruh disini, masak tak taruh di rumah”

17. Nawang Dina : “ya sudah, kita cari saja “

(Ketujuh bidadari mencari selendang Nawang Wulan dan Nawang Tahun yang hilang)

18. Nawang Menit : “Ngapin kita ikut nyari, lha wong bukan selendang kita yang hilang .

19. Nawang Minggu : “Disini lho gak ada, barang kali hanyut di sungai. Kita telusuri sungai aja barangkali ketemu”

20. keenam bidadari : “Iya… ya…ayuk………..!!!”

(tujuh bidadari keluar panggung)

SFX : Musik keluar panggung (karawitan)

ADEGAN 5

KETUJUH BIDADARI ITUPUN TERUS MENCARI SELENDANGNYA YANG HILANG, SEMENTARA ITU JAKA NGIYUB KELUAR DARI PERSEMBUNYIANNYA.

( Joko Ngiyub menari karena senang mendapatkan selendang bidadari)

SFX : Musik (karawitan) yang mengiringi tarian Jaka Ngiyub karena senang mendaspatkan selendang bidadari)

20. Joko Ngiyub : (Jaka Ngiyub memegang selendang dan heran ternyata selendang yang dicurinya ada dua).“Lho kok ada dua?? Perasaan tadi satu.”

ADEGAN 6

SFX : Musik masuk panggung (karawitan)

21. Genter : (Genter bertemu Jaka Ngiyub sambil membawa cangkul dan menjabat tangan Jaka Ngiyub).“Hallo prend …………!

22. Jaka Ngiyub : (dengan eksprei senyum-senyum)“Hallo ………ter!!

23. Genter : “Ngapain kamu disini??”

24. Jaka Ngiyub : “Aku habis cari kayu bakar ini”

25. Genter : “Hari gini cari kayu bakar?”

26. Jaka Ngiyub : “Habisnya aku nggak dapat pembagian konfersi gas dari pemerintah. Pemerintah itu nggak adil sama aku. La kamu sendiri dari mana?”

27. Genter : “ Aku habis nyangkul dari sawah.”

28. Jaka Ngiyub : (Jaka Ngiyub senyum-senyum dan memegangi kedua selendang yang dicurinya) .”O…….. “

ADEGAN 7

29. Genter : “Ngapain kamu pegang-pegang selendang itu?”

30. Jaka Ngiyub : (sambil memegangi kedua selendangnya) “ waktu aku istirahat tadi aku mengintip gadis-gadis cantik lagi mandi, aku ambil aja selendangnya. Eh.. ternyata ada dua. Ini tak kasih satu, kamu mau nggak??’

31. Genter : (sambil menunjuk selendang yang bagus) “ Gimana kalau yang itu ? yang itu lebih bagus deh.”

32. Jaka Ngiyub : “ Nggak pokoknya yang ini!! (kemudian berbisik-bisik) Ini milik bidadari lho!”

33. Genter : “Nggak mbujuk ta??”

34. Jaka Ngiyub : “ Ya nggak lah, masak ya nggak dong!”

35. Genter : (sambil berpikir lama). “Gimana ya? ”

36. Jaka Ngiyub : “Sudah lah, nggak usah mikir lama-lama.”

37. Genter : “ Ya dah, aku mau”

38. Jaka Ngiyub : “ Yo wis ter.. rawat baik-baik selendangnya! Aku pulang dulu ya!”

39. Genter : (sambil berjabat tangan)“ Ok friend, ati-ati ya!”

(Jaka Ngiyub keluar panggung)

SFX : Musik keluar panggung (karawitan)

ADEGAN 8

40. Genter : (sambil menimbang-nimbang selendang, mengamati dan mencium baunya. Dan akhirnya dia membuang selendang tersebut). “Ngapain aku mau dikasih selendang kaya gini? Sudah jelek, bau lagi. Nggak penting deh.”

SFX : Musik kaget (karawitan)

(Genter meninggalkan panggung, kemudian kembali lagi karena cangkulnya ketinggalan)

41. Genter : (Genter mengambil cangkulnya) “Aku lupa . Cangkulku ketinggalan”

ADEGAN 9

KETUJUH BIDADARI PUN KEMBALI KARENA MEREKA TIDAK MENEMUKAN SELENDANG NAWANG WULAN DAN NAWANG TAHUN DI TEMPAT LAIN.

SFX : Musik masuk panggung (karawitan)

42. Nawang Menit : “Kalian itu ceroboh banget sih !!”

43. Nawang Minggu : “ Makanya kalau naruh selendang tu yang bener dong!”

44. Nawang Menit : “Kalian tu merugikan kita semua.”

(Bidadari yang lain mencari selendang, Nawang Tahun menangis dan sedih)

ADEGAN 10

45. Nawang Jam : (sambil menunjuk selendang yang ada di balik bebatuan dan menepuk pundak Nawang Tahun) ” i …… i ……. i ……. i …….tu…….”

46. Nawang Tahun : (mencueki Nawang Jam)“ apa sih …??”

47. Nawang Jam : (tangan menunjuk ke selendang) “i…… i …… i …… tu se….. se….. lendangnya.”

48. Nawang Tahun : (sambil berjalan mengambil selendang yang ditunjukkan oleh Nawang Jam)“ Ha….!!! Akhirnya ketemu juga, itu selendangku.”

SFX : Musik kaget (karawitan)

49. Nawang Wulan : (Nawang Wulan melihat dan mengamati selendasng yang diambil Nawang Tahun ) “ ini bukan selendangmu, ini selendangku ndek .”

50. Nawang Tahun : (sedih dan kecewa)“Trus mana punyaku……??

51. Nawang Wulan : “Ya dah, kita cari aja dulu”

52. Nawang Menit : (cuek)“ Meneketehek, itu urusanmu.”

53. Nawang Detik : “ Ini kan dah sore, sebentar lagi gelap, kita kan gak bisa terbang kalau malam.”

54. Nawang Dina : “ Iya… ya, ntar nabrak-nabrak lagi.

55. Nawang Tahun : (Nawang Tahun sambil menangis)“Trus aku gimana dong??”

56. enam bidadari : “ Meneketehek.”

57. Nawang Menit : “itu urusanmu .”

58. Nawang Minggu : “ Lagian, salah sendiri naruh selendang sembarangan. Sekarang rasain !!”(Dengan ekspresi marah, mendengar hal itu Nawang Tahun menangis histeris)

ADEGAN 11

59. Nawang Menit : “ Ya udah sebaiknya kita pulang aja yuk !”

( Enam bidadari terbang meninggalkan Nawang Tahun sendirian)

SFX : Musik keluar panggung (karawitan)

ADEGAN 12

KEESOKAN HARINYA NAWANG TAHUN SAMBIL MENANGIS TERSEDU-SEDU MASIH MENCARI SELENDANGNYA YANG HILANG.

SFX : Musik sedih (seruling) dan suara kicauan burung (siulan)

60. Nawang Tahun : (sambil menangis dan mencari selendangnya) “ Dimana sich selendangku?”

(Tiba-tiba ada seorang pemuda tampan yang menghampiri Nawang Tahun dari belakang)

61. Jaka Ngiyub : (dengan heran dan penasaran Joko Ngiyub mendekati Nawang Tahun)“ hah ini pasti wanita cantik. ”

62. Jaka Ngiyub : “ Wahai gadis cantik jelita! Mengapa engkau menangis sendirian di hutan? Ada apa gerangan? Apakah aku bias membantumu?”

63. Nawang Tahun : (sambil terisak-isak yang masih membelakangi Jaka Ngiyub) “a….. aku tidak bisa pulang karena selendangku hilang.”

64. Jaka Ngiyub : “Memangnya rumahmu dimana?”

65. Nawang Tahun : “Rumahku jauh”

66. Jaka Ngiyub : “Berarti kamu bukan penduduk sini?”

67. Nawang Tahun : “sambil menangis”

68. Jaka Ngiyub : (sambil menerka-nerka Joko Ngiyub menerka-nerka bahwa gadis yang ditemui merupakan pemilik selendang yang diambilnya) “Aku tahu siapa kamu…….. , kalau aku dapat menemukan selendangmu…… ”

69. Nawang Tahun : “Berarti kamu yang mengambil selendangku?”

ADEGAN 13

70. Jaka Ngiyub : “ Bukan… bukan aku yang mengambilnya. Tapi kalau aku dapat menemukan selendangmu, sudikah kiranya dirimu menjadi istriku?”

71. Nawang Tahun : “ Apa kamu nggak bakalan menyesal?”

72. Jaka Ngiyub : “Tidak…. Aku tidak akan menyesal. Aku akan menerimamu apa adanya. Apakah kamu bersedia menikah denganku? ”

73. Nawang Tahun : (sambil menoleh kearah Jaka Ngiyub) “ Hah !!! menikah?? Ya iyalah,”

(seketika Jaka Ngiyub pingsan karena melihat wajah Nawang Tahun yang jelek)

SFX : Musik kaget (karawitan)

PERBUATAN YANG TIDAK BAIK PASTI AKAN MENDAPATKAN BALASANNYA. ENTAH SEKARANG ATAU PUN NANTI. SIAPA YANG MENANAM PASTI AKAN MENUAI.

Minggu, 04 Januari 2009


PARA JAHANAM!
Naskah: Zulfikri Sasma
Adaptasi Cerpen LAMPOR Karya Joni Ariadinata

Para Pelaku:
JOHARI (suami)
TUMIYAH (istri)
ROS (anak perempuan)
UJANG (anak laki-laki)

Bagi masyarakat yang bermukim di tepi kali comberan, yang hanya terdiri dari puluhan gubuk-gubuk reot, parade hingar bingar adalah hal yang biasa terjadi. Terlebih pada saat matahari mulai menciumi bau busuk pada tepian kali comber yang dipenuhi bermacam-macam sampah. Sumpah serapah, caci maki, suara bantingan piring yang sering berakhir dengan saling cakar, ternyata telah menjadi upacara bangun pagi yang mengasyikkan. Hingga, tak ada satupun yang menarik untuk didengar, apalagi ditonton.

Inilah kisah tentang kaum comberan, kisah tentang orang-orang yang mengatakan bahwa hidup adalah untuk makan dan senang-senang!

I
Sebuah gubuk reot persis di tepi kali comberan. Dengan artistik ruangan 3x4 meter yang amat sederana, tampak seorang bapak paroh baya keluar dari kamar yang hanya dibatasi oleh triplek dan kain kumal. Pak Johari namanya, ia menguap lalu duduk di dipan kayu yang sama reotnya. Terasa sekali bahwa denyut kehidupan di rumah ini baru dimulai pada pukul 7 pagi.

Pak Johari terlihat sibuk dengan tumpukan-tumpukan kertas di atas mejanya. Ada banyak angka-angka yang tertulis di kertas itu. Ia terlihat berpikir keras, tak ubahnya seperti seorang professor yang akan menyelesaikan penelitiannya. Kemudia ia batuk-batuk, lalu meludahkan dahak kental ke lantai dengan santai.

JOHARI:
Merah delima?
(Johari kembali berpikir keras. Kemudian ia teringat sesuatu, lalu mencarinya diantara tumpukan kertas tersebut, tapi tidak ketemu)
Tum! Tumiyah! Tumiyah…!
(Tak ada sahutan, Johari lalu mengambil sisa tembakau tadi malam dan melinting, membakar, alu menghirupnya dalam-dalam)
Tumiyah! Tum! Hei! Apa kau lihat lembaran syair yang tadi malam kutarok di meja?
Tum! Kau dengar aku Tum?
(Tetap tak ada sahutan, Johari kemudian melanjutkan pekerjaannya)

II
Tiba-tiba Tumiyah datang membawa ember plastik sambil membanting daun pintu. Tak ayal lagi, sumpah serapah keluar dari mulutnya sendiri. Johari tetap konsentrasi dengan pekerjaannya. Sepertinya sikap Tumiyah yang datang begitu tiba-tiba adalah hal biasa yang dinikmatinya tiap hari.

TUMIYAH:
Betul-betul kurang ajar itu anak! Pagi-pagi sudah mencuri! Dasar anak jadah! Kau tahu Pak Tua? Uangku 3000 perak yang kusimpan di lemari sudah dicuri oleh si Ujang, padahal uang itu akan kupakai untuk membeli minyak tanah! Dasar anak sinting! Anak setan!

JOHARI:
Heh, apa kau lihat lembaran syairku yang kusimpan disini?
TUMIYAH:
Mana aku tahu syairmu, pagi ini aku sedang kesal. Lagi pula, apa tidak ada pekerjaan lain selain meramal syair-syair sialanmu itu?

JOHARI:
Dari pada kau mencaci maki terus-terusan, lebih baik kau bikinkan aku segelas kopi, biar otakku sedikit encer menghitung angka-angka ini

TUMIYAH:
Hari ini tak ada kopi Pak Tua! Sebaiknya kau simpan saja impianmu itu!

JOHARI:
Alah! Kau tahu apa tentang merah delima?
(Johari melanjutkan pekerjaannya dan Tumiyah menghilang menuju dapur)

III
Ketika Johari asyik dengan pekerjaannya, Ujang anaknya—yang masih berusia 10 tahun—datang, pakaiannya basah kuyup. Dengan melenggang kangkung, ujang mendekati bapaknya dan duduk di dipan. Matanya sibuk memperhatikan bapaknya yang sibuk menghitung angka-angka.

JOHARI:
He, anak jadah! Kenapa bajumu basah? Heh, aaa, aku tahu, kau pasti ngintip janda kembang itu mandi ya? Kecil-kecil sudah kurang ajar! Ayo pergi sana! Ganti bajumu! Mengganggu konsentrasiku saja!
(Dengan cuek Ujang beranjak menuju dapur, Johari masih melototkan matanya pada Ujang. Setelah Ujang menghilang, Johari kembali dengan pekerjaannya. Tapi, itupun hanya sebentar, karena tak lama setelah itu, Ujang berlari keluar dari dapur diiringi terikan istrinya yang memekakkan telinga.)

TUMIYAH:
Anak sialan! Hei, mau kemana kau? Heh, jangan lari! Kembalikan dulu uangku yang 3000 perak! Pasti kau yang mencurinya! Hei, jangan lari! Keparat, sampai kapan kau mempermainakan orang tua, heh? Awas kau! Awas!
(Tumiyah terlambat, lari Ujang begitu cepat, begitu keluar dari dapur, ia hanya mendapati suaminya yang tengah asyik dengan angka-angkanya, kontan saja, suaminya pun jadi sasaran kemarahannya)

TUMIYAH:
Pak tua, apa kau pikir akan makan dengan berada di rumah terus, heh? Ke pasar kek, kemana saja. Aku sudah tidak punya minyak tanah pak tua!

JOHARI:
Kau ikhlaskan saja 3000 perak itu, untuk beli minyak tanah ngutang dulu di warung si Leman, aku sedang nunggu si Kontan untuk urusan penting.

TUMIYAH:
Kontan gundul bonyok! Apa sepenting itu Kontan hingga kau harus menunggu? Dengar pak tua, utang sama si Leman sudah tiga puluh ribu perak, yang penting sekarang minyak tanah, bukan Kontan

JOHARI:
Perempuan goblok, kau tahu apa tentang merah delima? Heh, kalau jadi…hem. Kita akan lekas kaya! Aku akan bangun rumah dengan lampu yang lebih besar dari yang ada di Griya Arta sana. Biar mereka nyahok! Kemudian, aku akan…

TUMIYAH:
Alah sudah! Dasar pembual!

(Tumiyah memotong ucapan suaminya, bertengkar dengan lelaki ini, tak akan menghasilkan apa-apa. Otaknya sudah budek. Lalu menyapu gubuknya yang seperti kapal pecah. Tengah asyik menyapu, ia teringat bahwa hari ini adalah hari rabu. Tumiyah tersenyum, emosinya sedikit reda. Ia berhenti menyapu dan mendekati suaminya yang sedang mabuk membayangkan rumah sehebat Griya Arta)

TUMIYAH:
Apa kau sudah mendapatkan inpo alam pak tua?

JOHARI:
Heeeeh perempuan, kamu bilang enggak punya duit!

TUMIYAH:
Weeaalahh, tololnya, kalau kau menang kan aku juga yang senang, lagian, apa kau punya duit? Beli minyak tanah saja tidak becus!

JOHARI:
Ya sudah, aku cuman mancing-mancing kalau kamu diam-diam masih menyembunyikan uang. Hem, kelihatannya wangsit kali ini memang benar. Coba kau bayangkan, dalam mimpi itu aku dikelilingi tiga ekor kalkun. Kalkun Arab. Setelah dikutak-kutik, ternyata kena pada tujuh delapan dengan ekor dua tujuh. Pokoknya untuk yang satu ini aku harus bisa. Aku akan mengandalkan si Kontan, setidaknya untuk dua kupon

TUMIYAH:
Terserah, mau Kontan mau setan, aku sudah tak mau tahu, yang penting sekarang minyak! Aku tak mau kelaparan karena Kontan.
(Tumiyah buru-buru bangkit, menyelesaikan pekerjaanya menyapu rumah, agak lama. Ia menoleh ke belakang, ke arah suaminya yang masih bermimpi dengan rumah seindah Griya Arta, hati-hati, ia kemudian menyelinap keluar, bukan ke warung Leman, tetapi ke Pasar untuk membeli dua lembar kupon)

IV
Hingga pukul 12.00 siang, Kontan belum jua muncul. Tiba-tiba Ros—anak gadisnya—muncul, Ros datang dengan membawa nasi bungkus dan memakannya sendiri dengan enak. Pak Johari jadi iri dan lapar. Pak Johari jadi ingat bahwa perutnya belum di isi sejak pagi tadi, sedang Tumiyah istrinya ngelayap entah kemana.

JOHARI:
Tentu kau masih menyimpan uang, belikan ayah sebungkus lagi, pake tahu

ROS:
Nggak! Nggak mau. Uangku hanya tingga 2000 perak buat beli viva, bedakku habis
(Ros tiba-tiba menjauh, menjaga nasinya agar tidak terjangkau oleh ayahnya)

JOHARI:
Heh, bukankah itu uangku? Uang dari si Ujang kan?

ROS:
Enak saja, bang Nasrul yang kasih aku lima ribu

JOHARI:
Nasrul? Laki-laki brengsek itu? O ya, kalau begitu tolong kamu pinjamkan sama Nasrul. Nasrul senang kamu? Bagus. Tidak apa-apa

ROS:
Nggak! Pergi saja sendiri
(Ros kemudian lari ke belakang, tentu saja Johari marah sambil berteriak)

JOHARI:
Keparat! Awas kamu Ros, aku doakan kau nyahok dengan Nasrul!
(Pak Johari pun pergi keluar rumah)

V
Malam telah larut, lampu minyak telah lama dinyalakan. Kecuali Pak Johari yang memang belum pulang, semua penghuni di rumah itu telah lama lelap bersama mimpi-mimpi indahnya. Ya, tak ada yang perlu dikerjakan selain tidur. Hanya dengan tidurlah keluarga semacam itu bisa tentram dan sunyi.

Pukul sebelas malam, pak Johari baru pulang. Tubuhnya sedikit oleng pertanda sedang mabuk berat. Mulutnya menceracau-ceracau tak karuan. Memanggil-manggil Tumiyah Istrinya.

JOHARI:
Tum, Tumiyah, aku gagal Tum, hik, aku gagal mendapatkan kupon itu, padahal nomornya jitu, hik. Jika saja tidak, mungkin malam ini kita sudah bercinta di Griya Arta, eh, hik, bercinta? O ya, malam ini kita bercinta lagi ya Tum, hik, itulah obat bagi segalanya, hik. Tenanglah Tum, besok akan kupikirkan lagi kabar tentang merah delima, hik. Tum, hik, Tum..

(Mulut Johari terus menceracau, dalam benaknya sudah terbayang nikmatnya bercinta dengan Istrinya. Johari kemudian bergerak menuju salah satu kamar dalam gubuknya, tapi bukan ke kamar dimana Tumiyah Istrinya telah lama terlelap. Barangkali gara-gara terlalu mabuk sehingga Johari lupa bahwa ia telah masuk ke kamar Ros anak gadisnya. Dan…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar